Krisis dan PR Pemerintah Baru
Wahyu Daniel, Nurul Qomariyah - detikFinance
(Foto: Wahyu-detikFinance)
Jakarta - Perekonomian Indonesia bisa dikatakan sedikit lebih beruntung ketimbang negara tetangga di saat krisis global. Ketertinggalan Indonesia dalam mengintegrasikan ekonomi ke dunia internasional justru menjadi tanggul penahan dari dahsyatnya krisis global.
Dan di tengah kondisi krisis global, Indonesia pun harus menghadapi hajatan politik pemilu. Ketidakstabilan politik selama pemilu memang dikhawatirkan bisa membawa dampak pada perekonomian yang sudah sulit ini.
Bagaimana perekonomian Indonesia pada tahun-tahun ke depan terutama setelah pemilu? Apa saja yang harus dilakukan pemerintah agar Indonesia tetap bertahan dan memanfaatkan kekurangan dari ekonomi negara-negara tetangga?
Berikut wawancara detikFinance dengan Dekan FEUI Firmanzah dikantornya, Dekanat FEUI, Depok, Kamis (15/4/2009). Pria yang biasa disapa Fiz ini baru 2 hari terpilih sebagai Dekan FEUI termuda, yakni pada usia yang belum genap 33 tahun.
Berikut petikan wawancaranya:
Bagaimana ekonomi Indonesia setelah pemilu?
Saya rasa kondisi kita relatif lebih baik, dibanding kondisi kawasan terutama di ASEAN. Kalau kita lihat Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, pertumbuhan ekonomi kita masih lebih tinggi. Artinya dalam situasi yang sama-sama sulit, kita masih bisa menciptakan lapangan kerja lebih banyak dari mereka, karena pertumbuhan ekonomi mengindikasikan berapa banyak tenaga kerja yang bisa kita serap.
Pemilu legislatif selesai dan sudah oke, ada kekecewaan seperti masalah DPT (Daftar Pemilih Tetap), tapi ekonomi kita tetap jalan. IHSG bagus, nilai tukar kita tidak drop sampai Rp 15.000-16.000/US$, cadangan devisa terjaga dengan baik. Tidak ada masalah, dan pemilu tidak jadi beban. Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan politik, punya benefit, ini yang tidak dilakukan pada periode 32 tahun Pemerintahan Soeharto.
Tahun 2010 bagaimana ekonomi kita?
Sekarang kondisi beda dengan tahun 1990-an, artinya integrated economy. Bagaimana bisa kita membayangkan demonstrasi di Nigeria bisa menghancurkan UKM kita. Karena demonstrasi pekerja kilang di Nigeria membuat banyak spekulan beranggapan suplai minyak dunia menghambat dan memicu mereka membeli bersamaan, dan harga naik. Lalu subsidi kita meningkat, akhirnya harga BBM dilepas mengikuti harga pasar dan komponen energi untuk UKM kita 60% akibatnya banyak UKM gulung tikar.
Ini situasi yang kita hadapi, kemampuan kita untuk ciptakan buffer dan reaksi yang cepat dan tepat, menjadi cermin ekonomi nasional. Jadi kita menjaga ekonomi kita dengan baik pun belum cukup karena integrated economy.
Manajemen pemerintah saat krisis bagaimana?
Kita akui sudah bagus, indikasinya di luar keterbatasan dan kendala, ketidakharmonisan antar departemen, so far baik. Nilai tukar terjaga, utang luar negeri sudah mulai terbayar, dan cadangan devisa semakin tinggi, gejolak ekonomi tidak nampak seperti Malaysia, Thailand atau Filipina.
Kekurangannya dimana?
Di distribusi pendapatan, pemerataan pembangunan. Ini PR kita yang harus diselesaikan. Gap pendapatan masih tinggi. Dan grand design Indonesia bagian Timur, lalu kawasan industri. Lalu logistik dan infrastruktur, kita tahu persoalan pelabuhan dan aksesnya. Pelabuhan Tanjung Priok yang terbesar tidak punya akses kereta api di sana, bongkar muat kontainer tidak efisien.
Lalu masalah birokrasi dimana desentralisasi menambah sulit persoalan. Jadi Bappenas dan Bulog harus direvitalisasi. Bappenas harus diberi otoritas seperti dulu sebagai central planning pembangunan. PR kebijakan ekonomi adalah bahwa ekonomi tidak hanya fiskal dan moneter tapi ada institusional ekonomi yang harus kita perbaiki.
Kemudian kita harus punya keunggulan dibanding negara lain. Seperti Singapura dengan hospital tourism, kita harus punya seperti itu. Tidak hanya produk tapi juga grand design.
Kalau Indonesia apa yang bisa diunggulkan?
Kita punya garis pantai yang luas, laut, dan hutan. Tapi kita tahu bagaimana Departemen Kelautan kita dan komitmen pemerintah memajukan industri kelautan seperti apa. Memajukan industri kelautan tidak bisa ad hoc hanya Departemen Kelautan, tapi juga harus kerjasama dengan TNI untuk pencurian ikan. Karena pencurian ikan kita hilang Rp 40 triliun per tahun, karena kapal dari China dan Filipina mudah masuk dan mengeruk kekayaan laut kita. Departemen Kelautan tidak bisa berbuat banyak, harus ada kerjasama, tidak bisa kerja sendiri-sendiri. Jadi
kita punya keunggulan yang belum kita optimalkan.
Saat ini pertumbuhan ekonomi Singapura negatif dan Thailand sedang menghadapi kekisruhan politik, apa ini bisa kita manfaatkan?
Ini kesempatan bagus untuk Indonesia, paling tidak turis yang tidak datang ke Thailand. Tergantung Departemen Pariwisata, apakah akan ambil kesempatan ini atau melewati kesempatan ini begitu saja. Mumpung Thailand tidak stabil politiknya, saatnya Indonesia menarik turis dari Thailand ke Indonesia, kondisi alam Indonesia dan Thailand tidak berbeda, dan ini kesempatan bagus.
Analisa tentang krisis global yang dimulai di AS saat ini kenapa bisa seluas itu?
Ini masalahnya, semenjak 911, ekonomi AS di-drive oleh ekonomi konsumsi. Dalam beberapa hal baik, tapi sampai hal tertentu jadi membahayakan. Jadi kegiatan ekonomi yang diberikan insentif konsumennya sehingga bisa mengkonsumsi lebih banyak agar produksi tertarik. Akibatnya ketika kebijakan itu tidak ada batasnya, di level mikro satu orang itu bisa punya 6 kartu kredit. Sehingga pendapatan rumah tangga jauh lebih kecil dari pendapatannya dan saving negatif, kemudian untuk menutupi defisit melalui utang luar negeri. Jadi AS merepresentasikan 60% global deficit, yang beli utang AS adalah Cina, Korsel, dan Jepang. Jadi hati-hati kebijakan mendorong ekonomi lewat konsumsi.
Itu sekarang yang dilakukan pemerintah?
Jangan sampai kita mengalami itu. Kebijakan fiskal dan moneter harus bisa dimainkan. Dan juga jaga konsumsi. Seperti Cina saat ekonomi overheating dia menaikkan suku bunga, dan mengeluarkan obligasi untuk serap uang beredar. Bank Indonesia harus bisa menjalankan fungsi kontrol.
Kalau lihat pengawasan perbankan BI?
Kalau kita lihat Pacto 1988 sampai 1998 pengawasannya tidak jalan. Kita kurang dalam kontrol institusi, intinya ekonomi tidak bisa melepaskan diri dari politik dan hukum.
(dnl/qom)
[+/-] Selengkapnya...
[+/-] Ringkasan...