Minggu, Februari 08, 2009

Presiden: Stop Pemekaran

JAKARTA (RP) - Ini kabar terbaru bagi daerah yang ingin mekar dari daerah induknya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menginstruksikan untuk sementara menghentikan berbagai pemekaran wilayah yang dilakukan. Menurut SBY, pemekaran wilayah jangan digunakan untuk kepentingan para elit atau motivasi politik lainnya.

‘’Saya telah menyampaikan statement berkali-kali bahwa pemekaran itu harus sungguh memenuhi syarat-syarat yang mendasar, karena sebagian pemekaran berhasil dengan baik, namum juga sebagian pemekaran saya nilai sendiri tidak berhasil dengan baik,” ujarnya dalam konferensi pers Jumat (6/2), di Kantor Kepresidenan.

Sebelum konferensi pers digelar, Presiden menerima Menko Polhukam Widodo AS dan Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri. Ikut hadir Mensesneg Hatta Rajasa, Seskab Sudi Silalahi dan Jubir Presiden, Dino Patti Djalal.

SBY mengingatkan jangan sampai pemekaran itu hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan elit-elit tertentu, elit-elit lokal, entah motivasi politik atau motivasi ekonomi dan sebagainya.

‘’Itu bukan untuk meningkatkan pembangunan, agar dengan dimekarkannya daerah bertambah maju, rakyat bertambah maju dan rakyat bertambah sejahtera. Tapi saat ini banyak yang bukan karena itu,’’ kata SBY.

Mantan Menko Polkam itu juga menambahkan bahwa dirinya sudah menyampaikan kepada pimpinan DPR dan DPD untuk melakukan moratorium dan evaluasi mengenai pemekaran yang berjalan selama ini.

‘’Jangan ditambah lagi dengan pikiran-pikiran yang terus terang bukan solusi, tetapi masalah. Saya mengajak semuanya, jajaran pemerintah, DPRD, DPR-RI, DPD-RI, wartawan, elit dan semuanya untuk betul-betul melihat pemekaran ini secara matang,’’ jelasnya.

Dalam kesempatan tersebut, Presiden SBY juga meminta kepada aparat penegak hukum agar proses hukum terus berjalan bagi para tersangka pelaku kejahatan dan pengrusakan yang terjadi saat unjuk rasa menuntut pemekaran wilayah, di Medan yang terjadi hari Selasa (3/2) lalu. ‘’Saya harap penegak hukum tegakkan hukum secara tepat,’’ kata Presiden SBY.

SBY menegaskan bahwa aparat bertugas mewakili negara dan hukum. Dia juga meminta agar masyarakat di Medan bisa menahan diri dari tindakan-tindakan baru yang memperkeruh keadaan.

‘’Jangan sampai pula ada unjuk rasa yang juga mengarah kepada kekerasan atau radikalitas. Saya sudah bicara Gubernur Sumatera Utara untuk menyampaikan hal itu. Percayakan pada penegak hukum, pada negara dan pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini dengan sebaik-baiknya,’’ tambahnya.

Untuk diketahui, pemekaran wilayah atau pembentukan daerah otonomi baru semakin marak sejak disahkannya UU No 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang kemudian direvisi menjadi UU No 32 Tahun 2004. Hingga Desember 2008 telah terbentuk 215 daerah otonom baru yang terdiri dari tujuh provinsi, 173 kabupaten dan 35 kota. Dengan demikian total jumlahnya mencapai 524 daerah otonom yang terdiri dari 33 provinsi, 398 kabupaten dan 93 kota.

Sebelumnya, rapat pimpinan DPP Partai Golkar Selasa (3/2) lalu memutuskan menghentikan pembahasan usulan pembentukan Provinsi Tapanuli tanpa batas waktu.

‘’DPP Golkar sudah memerintahkan Fraksi Partai Golkar di DPR untuk menghentikan seluruh proses pemekaran Provinsi Tapanuli,’’ ujar Ketua Fraksi Partai Golkar Priyo Budi Santoso di Jakarta Rabu (4/2).

Selain berjuang untuk membatalkan seluruh proses pemekaran Provinsi Tapanuli di Sumatera Utara, dengan perintah tersebut, Fraksi Partai Golkar DPR juga akan membekukan untuk sementara aktivitas seluruh anggotanya dalam semua pembahasan RUU tentang pemekaran wilayah.

‘’Seluruh proses pembahasan usul pemekaran di luar Provinsi Tapanuli kita hentikan sementara, sampai betul-betul ada kepastian pemekaran daerah memang sangat diperlukan dan sesuai dengan aspirasi masyarakat, bukan keinginan atau kepentingan elite,’’ katanya.

Penghentian pemekaran Provinsi Tapanuli, tegas Priyo, adalah jawaban Golkar atas anarki dan pemaksaan kehendak yang berkedok demokrasi. Tindakan pengunjukrasa yang menganiaya Abdul Aziz Angkat karena menolak menandatangani rekomendasi pembentukan Provinsi Tapanuli dinilai Golkar sebagai tindakan barbar dan tidak berperikemanusiaan. ‘’Kami tidak menyerah terhadap tekanan melalui tindakan anarki,’’ katanya.

Golkar juga menyayangkan kegagalan Polri menangani aksi massa yang bertujuan menekan DPRD Sumatera Utara agar meluluskan rekomendasi pemekaran Provinsi Tapanuli. ‘’Golkar mendesak Kapolri meminta pertanggungjawaban aparatnya di daerah. Seluruh otak dan pelaksana lapangan terhadap aksi tersebut juga harus ditangkap dan dimintai pertanggungjawaban di depan hukum,’’ tegasnya.

Lebih Pertimbangan Keamanan
Sementara itu, pengamat hukum tata negara dari Universitas Islam Riau (UIR) Husnu Abadi SH MHum menilai, intruksi Presiden Susilo Bambang Yudhono untuk menghentikan sementara proses pemekaran daerah lebih merupakan pertimbangan keamanan. Pasalnya, menurut Husnu, SBY dalam membuat keputusan itu harus mempunyai suatu alasan dasar hukum yang kuat. Terutama tidak melanggar undang-undang yang ada.

‘’Jangan karena peristiwa di Sumatera Utara itu lantas SBY mengangkangi undang-undang yang mengatur tentang otonomi daerah dan tentang pemekaran daerah. Kejadian di Sumut murni merupakan kasus tindak kriminal,’’ papar dosen Pasca Sarjana Hukum UIR ini kepada Riau Pos.

Peristiwa di Sumut yang kemudian menjadi latar belakang SBY mengambil keputusan menghentikan sementara proses pemekaran, dalam penilaian Husnu Abadi juga harus disikapi secara arif oleh para elit di daerah. Setidaknya bagi daerah yang tengah menyiapkan proses pemekaran. Mereka ke depan bisa lebih menyiapkan dan menyusun sebuah proposal usulan pemekaran yang lebih realistis.

‘’Jika kejadian ini dikatakan membuat surut semangat elit di daerah, menurut saya memang iya. Namun di sisi lain juga menjadi koreksi bagi para kepala daerah,’’ tegas Husnu.

Ketika disinggung soal banyaknya usul pemekaran di Riau menurut Husnu dengan terbentuknya 12 kabupaten/kota sementara sudah cukup. Justru yang paling penting kata Husnu untuk saat ini bagaimana bisa memeratakan pembangunan.

Usulan pemekaran muncul, menurut Husnu, karena adanya ketidakpuasan masyarakat dengan pola pembangunan yang hanya terpusat di ibukota kabupaten/kota induk. Persis seperti sebelum otonomi di mana pembangunan selalu terpusat di Jakarta. ‘’Nah, ketika era otonomi ini, pemusatan pembangunan yang selama ini terpusat di Jakarta kini berpindah ke ibukota provinsi dan kabupaten saja,’’ jelas Husnu.

Jangan Korbankan yang Lain
Pemuka masyarakat peduli perjuangan Kabupaten Mandau HM Darna yang dihubungi Riau Pos malam tadi menilai, sah-sah saja Presiden SBY memutuskan untuk menyetop sementara pemekaran daerah seperti diputuskan dalam rapat kabinet terbatas Jumat (6/2). ‘’Namun perlu dicatat, selama Undang-undang Pemerintahan Daerah (UU 32/2004) belum dicabut, tidak ada yang bisa menghalangi pemekaran,’’ tegas Darna.

Mantan anggota DPRD Bengkalis periode 1999-2004 ini pun menilai wajar kalau pemerintah mengeluarkan pernyataan politis seperti itu pascademo massa properjuangan pembentukan Provinsi Tapanuli yang berujung pada tewasnya Ketua DPRD Sumut, Abdul Aziz Angkat baru-baru ini. ‘

’Tapi jangan pula lantaran peristiwa itu, usulan pemekaran daerah lain ikut dikorbankan, termasuk usulan pembentukan Kabupaten Mandau yang masih terus bergulir di DPR RI,’’ tambahnya.

Perlu pula dicatat, katanya, bahwa dalam dua tahun terakhir ini, semua usulan pemekaran daerah merupakan hak inisiatif yang dilahirkan dari gedung DPR di Senayan, bukan usulan pemerintah. Karena itu, Darna tidak merasa kaget dengan adanya pernyataan yang dikeluarkan Presiden SBY.

‘’Seharusnya pemerintahlah yang mengajukan usulan pemekaran itu. Sebab, pada hakikatnya pemekaran daerah ini kan untuk memperpendek rentang kendali serta untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,’’ ucapnya lagi.

Meski saat ini presiden menyetop pemekaran daerah, Darna dan rekan-rekan mengaku akan tetap mengawal perjuangan pembentukan Kabupaten Mandau yang RUU-nya hingga kini masih berada di tangan DPR-RI.

‘’Usulan pembentukan Kabupaten Mandau merupakan hak inisiatif DPR RI. Kalau pemerintah ingin membunuh aspirasi masyarakat Mandau itu, menurut saya bisa saja. Caranya, cabut Undang-undang yang mengatur pemekaran daerah atau bujuk DPR RI membatalkan hak inisiatifnya,’’ pungkas salah satu tokoh pendiri Partai Amanat Nasional (PAN) di Mandau ini.(iw/rdl/jpnn/ila/sda/fia)

Tidak ada komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com