Rabu, Januari 21, 2009

Kerugian Gaza Rp22,6 Triliun

Arab Saudi Siap Tanggung Separuh Biaya Rekonstruksi
GAZA (RP) - Luka peninggalan agresi militer Israel di Jalur Gaza bakal membekas cukup lama. Jalur Gaza yang merana, porakporanda, dan centang perenang perlu masa penyembuhan sangat panjang. Para ahli meyakini, proyek rekonstruksi di Gaza bakal menjadi yang tersulit di dunia.

Pertama karena kehancuran akibat serangan militer Israel sangat dahsyat. Kedua, ekonomi Palestina kian terpuruk akibat isolasi Israel dan Mesir. Terakhir, keraguan terhadap Hamas, penguasa Gaza sejak 2007, untuk mau bekerja sama dengan berbagai pihak membangun wilayah seluas sekitar 500 meter persegi itu.

Sejak gencatan senjata Israel dan Hamas resmi berlaku Senin lalu (19/1), Gaza memang steril dari peluru. Sejak itu, dunia bebas melihat betapa dahsyatnya efek serangan militer Israel selama hampir sebulan itu. Peneliti independen yang meninjau lokasi kehancuran Gaza memperkirakan total kerugian mencapai sekitar 2 miliar dolar AS (sekitar Rp 22,6 triliun).

Seperti dilaporkan harian Inggris The Independent, perkiraan angka itu keluar setelah memperhitungkan kerusakan rumah sebanyak 4.100 unit, 1.500 pabrik, 20 mesjid, 31 kamp keamanan, dan 10 saluran air. Itu belum seberapa. Penderitaan teramat berat yang dirasakan warga Gaza adalah hancurnya terowongan-terowongan yang menghubungkan Gaza dengan Mesir melintasi perbatasan Rafah.

Padahal, terowongan-terowongan itulah satu-satunya andalan warga Gaza untuk menyelundupkan berbagai kebutuhan hidup sejak Mesir menutup perbatasannya pada 2007. ‘’Semuanya, mulai Viagra sampai minyak masuk ke Gaza lewat terowongan itu,’’ kata salah seorang sumber seperti dirilis harian Inggris lainnya, The Guardian.

Beruntung, bantuan internasional untuk proses rekonstruksi Gaza mulai mengalir. Pemerintah Arab Saudi mengatakan akan menanggung separo dana rekonstruksi atau senilai 1 miliar dolar AS (sekitar Rp11,3 triliun). Begitu pula Uni Eropa dan negara-negara lain.

Hanya, ada satu persoalan serius yang mengganjal, yakni faktor Hamas. Uni Eropa mengatakan, bantuan tidak akan mengalir jika Hamas masih menguasai Gaza. Mereka tampak tak rela dana bantuan dikelola Hamas yang mereka cap sebagai organisasi teroris. Mereka khawatir Hamas akan menggunakan dana bantuan untuk membeli senjata dan menyerang Israel kembali.

Sementara jika dana itu diserahkan pada pemerintah berkuasa pimpinan Presiden Mahmoud Abbas dari kelompok Fatah, rival Hamas, dikhawatirkan terjadi kekacauan baru.

Pemerintahan Fatah dikecam warga Palestina terutama Gaza karena membebek pada Amerika Serikat dan Israel. Mereka juga ddikecam karena tak berkontribusi membantu warga Gaza selama Operasi Cast Lead Israel sejak 27 Desember lalu. Saking hancurnya Gaza, warga yang kembali dari pengungsian sampai pusing mau mulai membersihkan dari mana. Yang jelas, badan PBB, UN Relief and Works Agency (UNRWA), sedang berusaha memenuhi kebutuhan makanan dan obat-obatan sebagai kebutuhan mendesak warga Gaza.(ape/azf)

Tidak ada komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com